Senin, 01 September 2008

Paranoid

Penulis : Afandi M.
Gendre : Misteri

KUTAKUT... benar-benar membuatku takut. Bulu kudukku merinding, seluruh tubuhku bergetar, tiap-tiap sendiku ngilu, dan saraf-sarafku kaku tatkala salah satu tanganku mulai meraih gagang pintu kamarku. Aku takut melihat kengerian apa yang akan tersaji di baliknya. Sesuatu yang tak ingin kulihat. Sesuatu yang ingin kuhindari. Sesuatu yang membuatku tak enak tidur dan sering dihantui banyangan mimpi buruk pada hari-hari sebelumnya. Bentuk makhluk itu seperti gagak raksasa, dengan tinggi dua meter dan lebarnya hampir semeter. Mata dan paruh hitamnya tajam dan pekat, bagai keris Empu Gandring yang siap mengonyak dan memakan banyak korban. Cakar-cakarnya yang berkilat akan menghujam tubuhku bagai tombak prajurit perang, jika aku membuka pintu ini. Sosoknya seumpama monster yang baru saja tiba dari perjalanan jauh dari dasar neraka, membawa kabar buruk bagi hidupku. Mahkluk mengerikan itu akan memakan jiwaku lalu memuntahkannya ketika perjalanan ke neraka telah sampai.



"Lihatlah perlakuannya dua hari yang lalu," gumamku pelan. Mataku menapaki lenganku yang kurus kering. Ada tiga bekas goresan vertikal di sana, sementara gumpalan urat-uratku melintasinya seakan tak ada penghalang sedikit pun.

Tiga goresan itu saja menegaskan bahwa makhluk mutan itu sangat buas tak ada tandingannya. Benar, makhluk itu pasti makhluk dari alam lain. Pasti bukan dari jagat ini. Pasti suruhan setan atau sebangsanya.

Aku tak rela, aku belum mau mati. Masih banyak yang harus kukerjakan dalam hidup ini. Masih banyak dosa yang harus kutebus.


***


Dua hari yang lalu, saat pertama kali kutemukan makhluk itu sepulang bekerja. Makhluk hasil eksperimen itu berdiri di tengah-tengah ruang apartemenku. Aku sangat terkejut dan ketakutan. Langsung saja kubanting pintu dan lari di sepanjang lorong apartemenku. Saking paniknya, kurasakan pompaan adrenalin menyembur dari pori-pori kulitku. Aku berlari seperti orang kesetanan. Tak peduli orang-orang menganggapku aneh atau gila. Sekitar lima puluh meter dari apartemenku, kusewa sebuah kamar motel kecil seharga delapan puluh ribu semalam. Langsung saja kuterima dan kubayar di muka dengan sisa uang yang tersisa di dompetku.

Di kamar aku merenung, menatap ke luar jendela sebelah barat. Langit bercampur dengan warna-warna yang indah, sementara matahari kunjung menghilang dan beranjak dari tempatnya semula.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa makhluk itu berada di kamarku? Buat apa dia ada di sana?" ketiga pertanyaan itu terus berulang di kepalaku secara bergantian, tanpa kutahu apa jawabannya.


***


Aku kembali ke kesadaranku yang semula, saat getaran tanganku makin bertambah kencang. Telingaku seperti mendengar suara berkoak dari dalam. Begitu menakutkan. Seperti suara jeritan kematian yang terus memanggil jiwa tiada henti. Kumantapkan tekadku, kujernihkan pikiranku, dan kusiagakan indera penglihatanku. Aku berusaha bersikap wajar.

"Buat apa kau takut. Toh, makhluk itu cuma seekor burung gagak," sebelah hatiku berkomentar.

"Tapi lihat ukurannya, besarnya bukan main. Dua kali lipat dari tubuh singa dewasa," sebelah hatiku yang lain menimpali. Tekadku langsung luntur setengah.

"Bagaimana kau hadapi hidup ini? Jika dengan makhluk itu saja kau takut setengah mati. Tenangkan dirimu... tenang saja. Tak akan terjadi apa-apa."

Sekali kumenelan ludah, hingga aku rasakan ada sesuatu yang mengairi kerongkonganku membasuk kekeringan yang sebelumnya tercipta. Kugerakkan dan kutekan gagang pintu itu ke dalam. Kubuka setengah, hingga sebuah cahaya samar memantul di wajahku, membatasi daya pandangku. Kupejamkan mataku saat daun pintu kubuka dengan lebar. Tak ada apa-apa di ruangan itu. Tak ada makhluk besar yang mengerikan atau semacamnya.

Kuhembuskan napas perlahan, namun tiba-tiba tercekat kembali di kerongkongan. Sebuah suara koakan datang dari arah samping. Keringatku langsung mengucur dari pori-pori. Mataku melotot, melebar dari ukuran yang sebenarnya. Perlahan kugerakkan bola mata, mengikuti gerakan kepala ke arah kanan. Adrenalinku terpacu begitu kencang. Jantung bekerja melewati batas maksimalnya, memompa darah ke seluruh tubuh, dan menyuplai darah ke otak hingga dapat berfikir. Namun saking cepatnya semburan adrenalin itu terpacu, membuatku tak bisa berfikir. Hanya ketakutan yang tiba-tiba merasuk pada ragaku.

"Pergi dari sini kau makhluk mengerikan!!!" teriakku hingga menggema di ruangan itu. Tubuhku nyaris jatuh saat kumengibaskan tangan ke arah si gagak berada.

Seekor burung gagak bertubuh kecil berkoak sekali, menatapku sebentar lalu terbang. Beberapa helai bulunya bertebaran di lantai.

Burung itu terus terbang ke arah daun jendela yang terbuka, dekat sebuah lemari pajangan. Sosoknya lalu menghilang tertelan cahaya matahari dan bangunan tinggi di luar sana. Lama sekali aku terpaku dengan tatapan kosong di depan sana. Pijakan kakiku berubah ketika angin berhembus melalui jendela yang terbuka itu. Kerai-kerainya ikut bergoyang terkena hembusan.

"Benar-benar tolol!" gumamku memaki diri sendiri.

"Jadi, makhluk yang selama dua hari ini membuatku ketakutan adalah sosok burung gagak kecil yang masuk melalui jendela yang ternyata lupa kututup kembali."

"Ha ha ha... bodoh sekali diriku ini. Imajinasi ternyata menakutkanku. Membuatku ketakutan setengah mati," kataku sambil tertawa sendiri seperti orang gila. “Dasar bodoh!”

“Betul-betul paranoid,” kataku pada akhirnya.


by Afandi Muhammad

Tidak ada komentar: