Jumat, 05 September 2008

Di Balik Karya Sang Maestro

Penulis : Afandi M.
Gendre : Biografi (Edit)

Komponis hebat Wolfgang Amadeus Mozart dan istrinya sedang hidup melampui kemampuan mereka di Wina, ibu kota musik Austria. Wolfgang mengubah musik di siang hari dan pergi berpesta di malam hari. Ia tak berbakat ekonomi. Nyonya Mozart tahu bahwa suaminya menghasilkan telur emas, sementara si istri peduli terhadap kesehatan angsa emasnya. Ia bersikap praktis dan ingin meminta harga yang bagus untuk telur-telurnya. Bagaimanapun, si istrilah yang membayar tagihan-tagihan.

Film Amadeus menunjukkan bagaimana si istri memutuskan suatu prosedur untuk mengatasi kesukaran finansial. Ia akan membawa naskah suaminya ke Antonio Salieri, komponis istana dan orang kepercayaan Kaisar, dan memohon bantuannya untuk mempengaruhi Kaisar secara positif agar memberi Mozart pekerjaan. Wolfgang tak pernah bermimpi memohon kemurahan hati. Ia mengharapkan istana tunduk pada kejeniusannya.



Nyonya Mozart hampir tidak mencurigai bahwa Antonio Salieri yang di luarnya begitu mempesona, menyimpan dendam yang dalam teradap suaminya. Alasannya, Mozart akan sangat menganam posisinya sebagai komponis favorit di istana.

Nyonya Mozart tiba di ruang tamu Saleri yang dilengkapi dengan naskah termutakhir suaminya. Awalnya, Salieri menunda-nunda, sambil memintanya untuk kembali nanti , tetapi Nyonya Mozart menolak.

Sebagaimana yang ia jelaskan, naskahnya semuanya asli. Salieri tak dapat menolak. Ia membuka portofolio itu dan berdiri, terpaku, di tengah ruang tamunya, sambil membalikkan halaman demi halaman sementara setiap karya yang sangat indah itu bermain di kepalanya. Pertama-tama sebuah *oboe yang sederhana memainkan melodi yang tak terlupakan, lalu seluruh orkestra, lalu sebuah opera, sebuah simfoni, sebuah piano koserto... karya agung demi karya agung Sang Maestro.

Karya-karya orisinal ini draf pertama dan satu-satunya yang tak diperbaiki, dan tak diubah. Mozart telah benar-benar menulis musik yang telah selesai di dalam kepalanya, halaman demi halaman, seolah-olah ia hanya sedang didikte.

Dan, seperti komentar Salieri, “Musik yang diselesaikan seperti tidak pernah diselesaikan. Gantilah satu not dan akan ada penyusutan. Gantilah satu frasa dan strukturnya akan berantakan. Di sini lagi-lagi ada suara Tuhan sendiri. Saya sedang memandang melalui sangkar saya ke coretan-coretan yang cermat itu, ke suatu keindahan yang absolut.”

Musik yang indah itu membuat Salieri menjadi merasa sangat utuh. Musik itu menghubungkan rantai besar eksistensi dalam dirinya. Inti spiritual quotientnya, kecerdasan emosioalnya, dan Iqnya berada pada saat-saat dalam harmoni itu. sebagaimana semua itu di tahun-tahun kanak-kanaknya ketika ia pertama kali menyukai musik. Identitasnya sementara tergantikan. Ia merasa terangkat dan hampir bebas.

Nyonya Mozart memperhatikan Salieri, hanya sadar apakah wajahnya menyingkapkan keinginan untuk membantu, yang berarti uang.

“Apakah tidak bagus?” tanyanya.

“Menakjubkan,” jawab Salieri.

“Kalau begitu Anda akan membantu kami?” Nyonya Mozart berasumsi.

Sambil menyeringai, Saleri meninggalkan ruangan.

Ia merasa utuh ketika mendengar musik yang indah, namun ia bereaksi terhadap fakta yang tidak menyenangkan, bahwa bukan ia yang telah menciptakan musik itu. ia menilai dari sangkarnya, bahwa musik itu akan mengurangi ketenaran dan kebaikannya.

Orang merasa bahwa seandainya Salieri tidak begitu terobsesi tentang harga dirinya sendiri, identitas komponis istananya yang iri dapat membebaskannya untuk mengubah musik yang akan bersinar lebih cemenrlang. Nilai batin dari dirinya, belum memilih untuk menegaskan kesempatan terhadap diri yang lebih tinggi, dan kecerdasan dari identitas luarnya bertentangan denga kecerdasan batin alaminya.

Ia akhirnya memutuskan untuk membunuh Mozart, alih-alih menderita kontradiksi menyukai musiknya da membenci Tuhan yang tidak memberkatinya dengan kejeniusan yang sama. Tanpa nilai pilihan diri yang jelas pada intinya, ia akan membunuh apa yang paling disukainya, karena ia tak dapat memilikinya bagi diri sendiri.

Salieri adalah sebuah contoh bagus dari diri yang terbagi, sebagaimana disebut R.D. Laing. Ini menyoroti kehidupan yang kita semua hadapi. Kontradiksi yang kita gulati, semakin kita menginginkan kehebatan, semakin identitas yang menguasai kita dan menutupi inti kegeniusan kita bangkit dengan kebencian terhadap respon spiritual quotient yang murni.

Mudah berubah dan bebas. Identitas walau suka berbicara tentang kebebasan, melakukan hal-hal yang hebat, membuat perbedaan, tidaklah bebas dan mencerca siapa saja yang bebas. Dalam saat-saat penilaian seperti itulah, kita mencerca dan memenjarakan tingkat diri kita yang lebih tinggi.

Di atas segalanya, kehebatan adalah pembebasan diri.

“Saya ingin membuat perbedaan di dunia ini”, “Saya ingin menjadi yang terbaik yang dapat saya capai”, “Saya ingin mendapatkan nama baik”. Ini adalah seluruh cita-cita yang kita dengar disuarakan di setiap tingkat masyarakat dan di setiap ruang lingkup, tetapi ada kesenjangan besar antara beranggapan bahwa kita bisa, dan mengetahui bahwa kita mampu.

Kita bisa berbicara dan kita dapat berjalan, tetapi jalur kecil saraf yang mengubungkan kata dan tindakan mungkin tak ada.

------------------------

catatan: *Oboe atau Obo adalah alat musik double reed jenis woodwind. Ia adalah keturunan dari shawm. Kata "obo" berasal dari bahasa Perancis hautbois, berarti "high wood". Alat musik ini kadang-kadang masih disebut hautboy dalam bahasa Inggris.

Karya : Ricard A. Bowell
Diedit : Afandi Muhammad

2 komentar:

Anonim mengatakan...

nice nice! :) jadi merasa sedikit lebih tau tentang mozart, he he he.. :) thanks yak!

bintang alzeyra mengatakan...

Sayang..mayat mozart ga diketahui rimbanya, karena dia mati dalam keadaan dimana dia dalam kemiskinan. Dia terlalu suka berfoya-foya, sampai akhirnya ditinggalkan keluarganya. Setelah meninggal ( mozart yang dilahirkan di salzburg, kota bagian selatan negara austria..maaf bukan di wina loh)..baru lagu-lagu mozart ngetop!