Kamis, 17 Maret 2011

Pencarian

"Aku terus melangkah, di atas jalur yang menghubungkan aku dengan dirinya.
Tapi mengapa aku malah tersesat?
Mengapa aku malah mendapati kebenaran yang tak ingin kuketahui?
Jalur-jalur itu kian sulit dan semakin berliku.

Apakah harapan yang membuatnya seperti ini?
Apakah mimpi-mimpiku yang membuatnya terbang menjauh?"

---

Kalau kutelusuri tentang apa itu cinta, pasti takkan pernah ada habisnya. Cinta memiliki daur hidupnya sendiri. Cinta akan selalu mengalami pembaharuan. Cinta akan mengalami perkembangan dan tak akan pernah ada kata menunggu dalam cinta. Sementara aku tidak. Aku akan terus tertinggal di belakang, tidak berkembang. Aku terus berkutat dengan berbagai pertanyaan yang cenderung sama; apakah yang kucari sebenarnya dari dirinya? Apakah itu sayang, kepercayaan, kesetiaan, pengertian, atau hal-hal lain yang cukup jelas dan tidak bisa diubah. Tapi sekuat apa pun aku mencari jawaban dan pembenaran atas pencarianku, aku selalu mendapatkan hal yang serupa; aku gagal. Aku  kerap terjatuh dan tak bisa bangkit. Terjebak pada lubang yang sama. Aku selalu gagal dengan pencarianku sendiri. Aku gagal karena terus-menerus mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan itu pada diriku. Dan semakin jauh pencarian itu kulakukan, aku semakin tertinggal. Entahlah, mungkin aku menderita semacam phobia dan ketakutan yang luar biasa, atau, aku memang terbelakang. Mungkin karena beragam kisah kelam yang terjadi pada hidupku itu, selalu menghantui setiap kali aku berusaha keluar dari hiruk-pikuk pertanyaan yang ada di kepalaku. Mereka sangat berkuasa.



Mengapa kau tak diam saja dan menyerah? Karena semakin kau mencari, jawaban itu takkan pernah kau dapatkan. Anehnya, kalimat itu terus terngiang di kepalaku, dan yang mengucapkannya justru nuraniku sendiri. Ada apa ini sebenarnya? Apakah aku harus diam dan menyerah begitu saja? Atau, berusaha lagi?

Namun di saat itu pula, nuraniku melakukan profokasi. Dia menyuruhku untuk terus mencari. Katanya, "Mengapa kau menyerah begitu saja? Bukankah omong kosong kalau kau menyerah atas sesuatu yang kau percayai? Itu keyakinanmu, kan? Bukankah kau yang menginginkan pencarian ini sejak awal? Kau sudah tahu konsekuensinya, kan?"

"Tapi aku tak menyangka konsekuensinya akan seperti ini? Apakah ini memang sepadan?"

"Jelas saja sepadan."

"Aku tidak mampu. Aku mau kembali..."

"Kalau begitu, sudahi saja. Kau tak bisa mencari apa pun, apalagi  kembali. Mengapa kau harus jadi manusia yang selalu ingin tahu? Pencarianmu ini sia-sia. Kau akan terus tenggelam dalam pencarian dan masa lalumu. Kau akan mati bersama mereka."

Aku tak bisa berkata apa-apa, menunduk, menunggu air mata datang melampiaskan kesedihanku.

"Kau itu dibuang. Akui saja. Kau terus memaksakan mimpi-mimpimu kepada orang lain. Kau tak akan pernah mendapatkan kebahagiaan, dengan siapapun. Kau terlalu penakut."

Tetap diam.

"Kau akan menderita seumur hidupmu. Kau akan terus ketakutan, karena sadar atau tidak, kau sendirilah ketakutan itu. Kau tak akan bebas jika tak ada yang membebaskanmu. Kau selamanya akan di sini, di dalam kegelapan."

"A... aku... aku tidak mau seperti itu. Aku tak mau sendiri," ucapku. "Aku takut.."

"Harus mau. Karena sekarang, kau tidak punya apa-apa lagi yang dapat kau banggakan. Kau tidak punya siapapun."

Tidak ada komentar: