Sabtu, 19 Maret 2011

Komitmen




Kita ini diciptakan untuk setiap kontroversi. Apa enaknya seperti itu?  Kau bilang mau mengerti apa yang kumau, tapi apa yang kau lakukan tidak seperti itu. Akupun begitu. Entahlah, mungkin kita memang diciptakan untuk tak saling bersama. Atau mungkin, kita dipertemukan pada saat yang tidak tepat. Mungkin karena kita berdua belum terlalu dewasa. Jauh di belakang semua itu, kesibukan dan segala aktifitasmu sepertinya telah mengambil rasamu. Teman-temanmu mungkin juga telah melunturkan gambaranku di hatimu. Kau tak lagi mengingat segala bentuk deskripsi wujudku. Kau telah melupakanku karena mimpi-mimpi yang sudah kau dapat. Kau telah mendapatkan apa yang memang kau inginkan, dan itu ternyata, bukan aku. Kau telah asik dengan duniamu, melupakan  duniaku. Kau telah ketagihan dengan semuanya, tak ada jeda dan terus berlanjut. Semua itu berbeda dengan dulu, saat kita masih bercengkrama mengenai mimpi-mimpi yang berusaha sekuat tenaga kita bangun bersama. Aku yakin, kau pasti sudah melupakan bagaimana aku bercerita tentang rumah putih di tepi pantai, atau rumah di pedesaan yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk segala macam gangguan. Aku sadar, kini kau melupakan itu semua.


Sekarang, kalau boleh jujur, semuanya kupandang dengan cara berbeda, kupandang sebelah mata. Kata-katamu sudah kedengaran tak nyata. Perhatianmu sudah tak terasa. Sekarang semuanya membuat mataku terbuka. Sudah ada jarak di antara kita, dan itu membuatku makin terbiasa. Kau pun mungkin begitu. Entahlah, sedikit demi sedikit aku mulai kehilangan rasa. Aku mulai kehilangan peduli terhadap dirimu. Begitupun denganmu. Kita mulai tak saling sapa. Apalagi komitmen sudah kita lepas begitu saja. Yang kutahu, kau memerlukan kebebasan, tapi cinta bukan berarti bisa bertindak sebebas-bebasnya---ada batas-batas yang boleh dan yang tidak. Kalau kau ingin bebas, kau mungkin bisa melakukannya sendiri. Komitmen menuntut kita untuk saling merapat, untuk saling bercerita tentang kita, bukan kisah orang lain, untuk sekadar menyapa dan bertanya; “Bagiamana keadaanmu, Sayang?” atau “Apa kamu sudah makan?” atau “Kamu tidak sakit, kan? Baik-baik saja, kan?” yang jujur, aku benar-benar merindukannya sampai-sampai terus berdengung dalam pikiranku. Sangat berbeda kalau kau menyamakan komitmen itu dengan cinta anak muda bau kencur. Mereka mana mengenal komitmen. Bagi mereka, cinta itu teman jalan, teman bercerita, dan teman-teman yang lainnya. Mereka hanya tahu berhuru-hara dan menghabiskan waktu bersama pasangan-pasangan mereka. Komitmen, lebih dari itu. Komitmen menuntut kita untuk saling terikat, saling rapat, dan bahkan melekat. Kita diajar saling menghormati dan menghargai. Kau menghormati aku sebagai seorang pria, yang melindungimu, dan aku pun begitu, menghormati dirimu sebagai wanita, yang memperhatikanku.

Tapi sepertinya, sekarang, kau belum siap dengan komitmen itu. Kau mungkin masih terlalu mudah untuk ini semua. Kau masih tak mau terikat dan hanya ingin bebas menentukan maumu, sementara aku, aku tak mau lagi menentukan mauku. Aku ingin terikat. Aku menginginkan ada yang menemani hari-hariku hingga aku menutup mata.

Tidak ada komentar: