Selasa, 30 Juni 2009

Puji Cinta

Kala itu lenguhan napasmu terasa basah di telingaku
Menggelitik naluri merah jambu yang bersembunyi di peti sanubari jasadku
Mengusik cinta yang dulu keras membatu
Mencairkan kebekuan yang tak peka oleh jejaring cinta semu

Kaulah wanita imajinasi yang dulu serupa bayangan terhampar
Menjadikanmu buih di kala cahaya sepenuhnya menghilang terseret gelombang fajar
Sekarang, kau tampak nyata, tak hanya jadi fiksi belaka
Tak sekedar ilusi optik semata


Suara sayumu itu, hadir di selasar pikiran jiwa
Menghipnotisku untuk terus berdoa akan datangnya sebuah keajaiban bertabur makna
Membuatku terus berkarya, serasa nuansa ilham turut membakar dada
Merasakan nyatanya keindahan aurora murni keberadaan hasrat pesonamu
Membuat dewa kematian luluh, bersimpuh, tak jadi mencabut nyawaku

Perhatianmu itu, meretaskan kehausanku akan kasih dan sayang
Meriuhkan suasana hatiku yang dahulu terasa lengang
Membubuhkan dua pasang sayap untuk mengejarmu melewati pekatnya kelabu awan

Senyumanmu itu, buatku terlena serasa di surga
Tak peduli apa yang membuatku tetap terjaga
Walau kaki harus melangkahi lembah atmosfer tujuh samudra magma
Tak peduli harus menghindari pecutan kilat yang berbahaya
Walau rajangan pisau membekas menorehkan aib dan merobek kehormatan di dada
Aku tetap melaju ke tempatmu berada
Lari dari aturan yang dibuat oleh penguasa

Ya, kutahu sayangku...
Puji-puji ini tak berarti banyak untukmu
Rangkaian kata-kata ini tak bisa bebaskan sosokmu
Sangkar umur itu masih mengurungmu,
Membentengi kita berdua dalam dunia yang jauh berbeda

Tak peduli,
Kuacuhkan itu semua
Apa daya, ego cinta sudah meracuni jiwa

Tetap kumelaju,
Walau harus berdarah-darah melawan seratus serdadu
Walau tubuhku meronta, menolak mengikuti niatku

Terus kupaksa, namun tetap tak bisa
Kugunakan kapak dewa, kemudian jeruji sangkarmu dengan malas hanya berkata,
"Cinta adalah keegoisan, namun menunggu cinta jauh melampaui kesetiaan."

Tidak ada komentar: