Hanya Kau dan Aku

Bagiku, cinta itu adalah saat kau tersenyum bersamaku, tertawa bahagia.
Menurutku, cinta itu adalah saat engkau menggenggam tanganku, menyandarkan kepalamu di bahuku, dan kita berkhayal tentang masa depan yang akan kita jalani nanti. Tentang keluarga kecil kita. Tentang angin dan laut. Tentang harimu dan hariku. Tentang kita yang terus bersama.

Sedih itu air matamu.
Duka itu luka di hatimu.
Dan setiap kali menyakitimu, terasa retakan di hatiku ikut melebar--melemahkanku.
Gelisah itu membayangi hari-hariku sampai aku mendapat maafmu. Sampai aku melihat senyumanmu kembali.
Ceria pun tak terlihat di wajahku. Hanya kehampaan dan kesendirian dalam benakku yang buta.

Aku tahu cinta takkan hadir tanpa kepedihan dan duka.
Aku pun sadar bahwa aku bukanlah pria terbaik yang diciptakan Tuhan dari mesin penciptaannya.
Tapi jujur, cinta yang sedemikian kuat sedari dulu telah membakar dadaku, mengukir namamu dengan alfabet setia.
Tak ada dia, tanpa mereka, hanya kamu--satu-satunya.



Aku memang bukan romeo, tak pula cameo, apalagi gibran.
Tapi demi dirimu, aku bisa melebihi kerelaan mereka.
Tidak hanya nyawa yang dapat kukorbankan, tak hanya kata-kata yang bakal kuberikan.
Sebab kau adalah nyawa dalam setiap helaan napas.
Aku adalah kamu. Kamu adalah aku. Kita berdua satu.

Cintaku ini bukanlah sebuah mellow drama. Tak butuh intan dan permata.
Kasihku pun bukan cuma berisi nostalgia. Tak berkarat dan terus berwarna.
Cinta dan kekasihku itu kamu: berbingkai suka, duka, dan tawa. Tanpa ada rahasia.

Kadang jarak membebani kita, dan rindu pun menguar bagai racun imajinasi dalam rasa.
Kita tak dapat lagi membohongi hati kita, bahwa kita itu sebenarnya satu jiwa.
Aku ingin memelukmu, mencium keningmu, menyeka air mata di pelupuk matamu.
Kasih sayang membuat kita tetap terjaga pada dunia. Pada setiap masalah di sekitar kita.
Terus berdoa, dan kita akan kuat menempuh setiap masanya.

Sekali lagi untukmu wahai dewiku,
Hanya kau dan aku, tanpa dia.
Tanpa hantu masa lalu kita yang penuh derita.